Public Lecture "Education and Islamic Civilization in Southeast Asia" by Prof. Syed Muhd Khairudin Aljunied

Desember 30, 2016, oleh: superadmin


Department of Islamic Education Faculty of Islamic Studies (DIEFIS) UMY mengadakan Public Lecture bertajuk Education and Islamic Civilization in Southeast Asia. Sebagai pembicara dalam acara ini adalah Prof. Syed Muhd Khairudin Aljunied. Acara yang dimulai pukul 09.00 dan berakhir saat waktu memasuki Dzuhur diselenggarakan di Ruang Sidang Gd. AR Fachruddin A Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Prof. Khairudin Aljunied merupakan lulusan SOAS, University of London yang saat ini menduduki jabatan guru besar di National University of Singapore (NUS). Di usianya yang baru memasuki pertengahan umur 40 tahun telah meraih puncak jenjang otoritas ilmu yang menandakan kecerdasan sekaligus keuletan beliau sebagai seorang penggiat dan pecinta ilmu.
Beliau membuka kuliahnya dengan menjabarkan sekilas kehidupan manusia di Nusantara saat zaman Hindu-Buddha dan perubahan yang dibawa oleh Islam saat memasuki Nusantara dari arah Serambi Mekah. Selanjutnya beliau menjelaskan tantangan Kolonialisme yang dihadapi manusia Muslim di Nusantara hingga berbagai tantangan minda pada kehidupan masa kini.
Menurut Prof. Aljunied, kelemahan umat Islam pada masa kini disebabkan faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal ialah penjajahan yang pada masa kini tidak lagi dalam bentuk penjajahan fisik, tetapi telah beralih menjadi penjajaham alam fikir. Sedangkan faktor internal kelemahan umat Islam adalah lemahnya penghayatan ajaran Islam. Islam hanya dipahami sebatas kulitnya saja (simbol), tanpa dipahami isi kulitnya (nilai).
Kelemahan umat Islam sebagaimana di atas tidak dapat dilepaskan dari penjajahan fisik dan fikiran yang dialami umat Islam. Dampak dari penjajahan tersebut adalah:

  1. Cinta dunia dan takut berjuang. Karena berjuang dekat dengan kesempitan dunia bahkan kematian.
  2. Memperkenalkan gaya hidup relax. Kesenangan permukaan (fun) menjadi kebutuhan mendasar bahkan gaya hidup keseharian. Generasi muda Muslim sibuk dengan pemenuhan terhadap kesenangan dan sibuk mengurusi hal remeh-temeh. Padahal Islam menghendaki manusia hidup dengan serius untuk berjuang, tiada istirahat hingga jasadnya lepas dari ruh. Ini didasarkan hadits Rasul bahwa umat Islam harus menjadi lebih baik dari hari kemarin, dan esok dituntut menjadi lebih baik daripada hari ini. Hal tsb tidak mungkin tanpa keseriusan.
  3. Sekularisasi pendidikan, sehingga ilmu dan sistem pendidikan terpisah menjadi urusan dunia dan urusan akhirat (agama). Lahirlah generasi manusia Muslim yang tidak lengkap.
  4. Dampak dari sekularisasi pendidikan adalah munculnya kelas abangan dalam tubuh umat Islam, yakni orang yang ahli di bidang ilmu dunia tetapi awam dalam perkara keIslaman.
  5. Dampak terakhir dari penjajahan yang dialami umat Islam adalah rusaknya adat, sehingga rusak pula kehidupan umat Islam. Adat yang rusak ditinggikan, sementara Islam direndahkan.

Dampak penjajahan di atas membentuk kondisi umat Islam pada masa kini, khususnya di kalangan generasi muda umat Islam yang sekaligus menjadi tantangan zaman yang harus segera ditanggapi oleh umat Islam secara tepat dan benar. Prof. Aljunied menjabarkannya menjadi 6 poin berikut:

  1. Ketagihan teknologi. Teknologi tidak lagi menjadi sarana, tetapi sudah menjadi tujuan. Dalam bidang keilmuan, ketagihan teknologi menyebabkan daya konsentrasi yang rendah dan lemahnya daya membaca, sehingga memunculkan generasi yang lemah pemikiran dan tidak mampu berfikir kritis. Beliau menceritakan salah seorang anaknya yang berumur 16 tahun meminta untuk diperbolehkan memiliki handphone. Beliau bertanya kepada anaknya, Apakah selama ini tanpa handphone kamu bisa memahami buku bacaanmu dengan baik? Iya, tentu saja. Apakah kawan-kawanmu yang sibuk dengan handphonenya mampu membaca lebih baik dari kamu? Tidak.
  2. Pragmatisme dan Karirisme. Tujuan dari segala sesuatu adalah keuntungan yang bersifat materi dan keuntungan karir. Niat untuk beribadah kepada Allah sudah tidak mampu dipahami dan dihayati. Kuliah hanya untuk ijazah, gelar, kerjaan dan gaji tinggi. Mental untuk berjuang dan dakwah Islam telah hilang.
  3. Fanatik mazhab yang menyebabkan retaknya ukhuwah Islamiyah. Umat Islam jadi sibuk mencari aib dan menyalahkan sesama saudara Muslimnya, sehingga tidak fokus menghadapi tantangan yang berasal dari luar.
  4. Liberalisasi pemikiran Islam yang diakibatkan inferioritas terhadap kemajuan Barat. Lebih yakin untuk mempelajari Islam dari orang non Muslim yang berbahasa Inggris dan merendahkan ulama Islam yang dianggap tradisionalis.
  5. Dalam kasus Singapura beliau menjelaskan 2 faktor utama terjadinya kemurtadan yakni soal pernikahan dengan pihak yang berbeda agama dan cara pengajaran Islam yang tidak memahami kondisi tantangan masa kini yang dialami generasi muda Muslim, sehingga mereka malah menjauhi komunitas Muslim.
  6. Ajaran sesat dan kebatinan akibat dari pengagungan terhadap adat dan direndahkannya Islam. Padahal dahulu ulama Islam menggunakan adat sebagai uslub dakwah, tetapi sekarang adat dipisahkan dari Islam sehingga rusaklah adat.

Di penghujung materinya Prof. Khairudin Aljunied menyampaikan solusi yang harus diambil umat Islam untuk memperbaiki kondisi dirinya sekaligus untuk menjawab tantangan masa kini yang tengah menjerat umat Islam. Tercatat pula 6 poin solusi yang beliau sampaikan:

  1. Penerapan minda al-Qur’an. Islam harus dipahami hingga merasuk ke dalam hati, bukan sekedar simbol belaka.
  2. Membentuk mahasiswa yang berhati Islam dan berjuang bersama rakyat sebagai bentuk pengamalan keIslamannya.
  3. Universitas sebagai gerakan ishlah. Sekarang universitas Islam tengah dalam kondisi lemah karena tidak mampu mandiri dalam bidang keilmuan sehingga tidak mampu melahirkan mahasiswa yang berhati Islam dan menerapkan minda Quran. Beliau menyatakan, hampir tidak ada bedanya antara universitas umum dengan universitas Islam. Aura Islamnya tidak terasa. Beliau dapati masih banyak perilaku yang tidak sesuai terjadi di universitas Islam dan anehnya tidak ada satupun yang menegur untuk mengingatkan.
  4. Penanaman kepada mahasiswa bahwa dakwah adalah fardhu ain bagi seluruh orang yang berilmu.
  5. Membudayakan ilmu. Menurut beliau ini diawali dengan menumbuhkan minat membaca buku, berdiskusi dan mendatangi forum keilmuan. Latih mahasiswa untuk membicarakan ilmu kapanpun dan apapun aktivitasnya agar tidak disibukkan dengan perkara remeh dan kesenengan (fun).
  6. Melahirkan generasi pemikir Muslim baru yang memahami sejarahnya, identitasnya dan tantangan zamannya. (Wahyu)